Percepatan Penanganan TBC Perlu Kerjasama Berbagai Pihak

SAMPAIKAN PAPARAN : Direktur PATTIRO Semarang Widi Nugroho ditemani tim peneliti saat menyampaikan paparan hasil policy brief.

SEMARANG, PATTIRO Semarang – Pattiro Semarang telah menyusun policy brief terkait penanganan TBC di Indonesia. hal tersebut merupakan lanjutan kegiatan yang berkerjasama dengan Stop TB Partnership Indonesia (STPI). Bertempat di Makabana caffe, Pattiro menyelengggarakan diseminasi hasil policy brief. Digelar dengan hybrid. Menghadirkan perwakilan dari lembaga dan kementerian terkait. Serta beberapa aktivis yang memiliki konsentrasi pada penanganan penyakit, salah satunya TBC.  Tujuannya untuk mendapatkan masukan, sehingga hasil dari policy brief akan lebih baik.

Acara yang berlangsung pada Rabu 26/01/2022 tersebut,  Widi Nugroho ditemani tim peneliti Pattiro Semarang, yakni Retna Hanani, Laila Khalid Al Firdaus, dan Danardono S menyampaikan isi dari policy brief tersebut. Hasilnya memang perlu untuk kerjasama berbagai pihak untuk melakukan percepatan penangan TBC. Dalam paparannya, ia juga menjelaskan pembagian posisi dan kewenangan kementerian/lembaga. Agar tidak tumpang tindih. Mulai dari tingkat pusat sampai tingkat pemerintah desa.

“Di lapangan temen-temen kepala desa tahu kasus TBC berat da harus ditangani. Namun belum berani bertindak karena belum ada panduannya. Ada beberapa kabupaten yang sudah membuat panduan. Untuk jangkauan seluruh Indonesia perlu intervensi dari kementerian, salah satu kemendesa dan kementerian keuangan,” terangnya.

Selain itu perlu dorongan keaktifkan  sistem data penderita TBC atau SITB lebih terintegrasi. Jika hal tersebut bisa sinkron akan lebih cepat dalam penanggulangan TBC. Peran Kemendesa dan PDTT

Kemendesa dan PDTT yang dalam acara itu diwakili oleh Winarno menurutnya pemerintah desa memang belum memprioritaskan TBC. Karena biasanya masih berkutat pada pembangunan yang umum. Ia juga mengaku sebenarnya Kemendesa sudah menyusun peraturan kementeran dana desa untuk TBC.

“Seharusnya di level Kabupaten Kota bisa membuatnya untuk menguatkan. Kemudian Pemerintah desa juga bisa membuat perdes untuk penaganan TBC,” jelasnya.

Ia mengungkakan perlunya untuk mensosialisasikan tentang TBC. Tertama dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam hal ini adalah kemendesa, kabupaten sampai ke pemerintah desa. Kemudian setelah tahu pentingnya penanggulangan TBC, dana desa bisa dianggarkan untk hal tersebut.

Sementara itu Yenny Sucipto mewakili Kantor Staff Kepresidenan mengungkapkan payung hukum di pemerintah pusat sudah ada. sehingga perlu penguatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk memberikan aturan untuk tingkat desa.

“ Aturan Kemenkes dan kemendes sudah ada.  Perlu mendorong kabupaten/ kota untuk melakukan pendampingan, pengawasan, dan pengawalan,” tegasnya.

Diakui titik pentingnya ada di tingkat kota dan kabupaten untuk melakukan pendampingan. Menerjemahkan ke pemerintah desa, bahwa dana desa bisa juga digunakan untuk penanganan TBC.  Selain itu data base penderita TBC sangat penting. Perlu ada sinergi dari kementerian desa dan kementerian kesehatan. sehingga di pusat ada data besar yang sinergi.

“Tidak gampang memang. Tapi saat ini sistem itu sudah berjalan dan mengarah ke sinergi dan integrasi data,” terangnya. (hwn)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top