ICW dan PATTIROS Mendukung Pemerintah Kota Semarang dalam Membangun Sistem Pencegahan Korupsi
Semarang, 8 Januari 2024 – Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam cakupan nasional, tindak pidana korupsi sangat berpotensi terjadi dalam lingkup pemerintah daerah di Indonesia, termasuk di Kota Semarang. Dalam merespons hal ini, Pemerintah Kota Semarang telah bersepakat untuk menerima dukungan dan bantuan teknis yang berasal dari 2 (dua) organisasi masyarakat sipil, yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW) dan PATTIROS berkaitan dengan pencegahan korupsi di wilayah pemerintahan Kota Semarang.
Dukungan dan bantuan teknis dituangkan dalam nota kesepahaman bersama atau Memorandum of Understanding (MoU). MoU telah ditandatangani pada bulan Agustus tahun 2023 oleh Dr. Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos. selaku Walikota Semarang, Agus Sunaryanto selaku Koordinator ICW, dan Iskandar selaku Direktur PATTIROS.
Sebagai tindak lanjut dari MoU tersebut, disepakati sebuah perjanjian kerja sama antara ICW, PATTIROS, dan Inspektorat Kota Semarang dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) yang diikuti Focus Group Discussion (FGD) “Pemantauan Kolaboratif Aparatur Pengawas Internal Pemerintah dengan Masyarakat Sipil dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Semarang” pada Senin, 8 Januari 2024 di Balai Kota Semarang.
Fasilitas bantuan teknis yang disediakan oleh ICW dan PATTIROS kepada Pemerintah Kota Semarang berupa peningkatan kapasitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kota Semarang dan pengawasan bersama untuk pencegahan korupsi, terutama pada bidang pengadaan barang dan jasa yang rentan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Kerja sama pencegahan korupsi pengadaan barang dan jasa dilakukan bersama dengan Inspektorat Kota Semarang yang memiliki peran strategis dalam upaya pengawalan pengadaan barang dan jasa dan mendorong komitmen pencegahan korupsi di Kota Semarang.
Kemudian, dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) “Pemantauan Kolaboratif Aparatur Pengawas Internal Pemerintah dengan Masyarakat Sipil dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Semarang” dengan narasumber Iskandar selaku Direktur PATTIROS dan Ronny Maryanto selaku Sekretaris Umum KP2KKN.
Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani 1.310 kasus tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, pengadaan barang atau jasa merupakan tindak pidana korupsi terbanyak dengan jumlah 274 kasus dan/atau sebanyak 32% berdasarkan piramida korupsi menurut PBJ tahun 2014-2019. Hal ini disampaikan oleh Ronny Maryanto dalam materi “Identifikasi dan Mitigasi Kecurangan dalam Proses e-Purchasing” dalam FGD sesi pertama.
Ronny Maryanto menyampaikan terkait 8 (delapan) potensi kecurangan pada belanja melalui e-Katalog. Potensi kecurangan yang menjadi awal tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa, meliputi (1) kerja sama antara penyedia dengan PP/PPK untuk pengaturan harga, (2) PP/PPK tidak melakukan fitur negosiasi saat memproses paket sehingga berpotensi menimbulkan pemborosan, (3) kerja sama antara penyedia dengan PP/PPK saat proses transaksi dengan modus “biaya klik”, (4) PPK tidak melakukan pemeriksaan terhadap barang yang dikirim oleh distributor, (5) Ongkos kirim fiktif yang diatur oleh penyedia dan PP/PPK, (6) Pengaturan nominal ongkos kirim dengan mengirimkan barang ke lokasi yang bukan tempatnya, (7) K/L/PD mendorong penyedia untuk memasukkan barang ke e-Katalog agar barang dapat dibeli. Namun, barang tersebut hanya terjadi satu kali, setelah itu barang tersebut tidak pernah dibeli oleh institusi manapun, dan (8) PP/PPK memilih barang bukan harga yang termurah.
Keterlibatan masyarakat sipil melalui partisipasi dan pengawasan dinilai penting dalam upaya pencegahan korupsi pengadaan barang dan jasa di wilayah pemerintahan Kota Semarang. “Belanja bukan hanya urusan pemerintah kota, tetapi masyarakat sipil dilibatkan. Masyarakat sipil memiliki kewajiban moral dan konstitusi untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah”, ujar Iskandar selaku Direktur PATTIROS dalam FGD sesi kedua “Demokrasi, Anti Korupsi dan Partisipasi Masyarakat”.
Focus Group Discussion yang dihadiri oleh para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-Kota Semarang tersebut menyoroti potensi tindak pidana korupsi pada belanja melalui e-Katalog yang berkemungkinan terjadi karena adanya keleluasaan penyedia untuk memasukkan barang di e-Katalog saat ini. Proses verifikasi dapat dilakukan secara mandiri atau manual supaya terhindar dari penyedia yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, hal ini juga menjadi tugas APIP untuk melakukan review perencanaan dan pemantauan e-Katalog sehingga e-Katalog diharapkan memiliki fungsi kurasi, tidak hanya sekadar e-Commerce.
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) dan Focus Group Discussion (FGD) menjadi langkah awal pencegahan korupsi pengadaan barang dan jasa melalui kolaborasi antara Pemerintah Kota Semarang dan masyarakat sipil. Dalam kerja sama ini, akan disusun rencana kerja bersama antara ICW, PATTIROS, dan Inspektorat Kota Semarang dengan durasi kerja sama selama 5 tahun.