Semarang β PATTIRO Semarang bersama perwakilan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah melakukan diskusi strategis membahas dampak dan implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Diskusi yang digelar pada 22 Juli 2025 ini mencermati secara kritis dinamika baru dalam penyelenggaraan demokrasi lokal pasca putusan tersebut.
Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan waktu pelaksanaan Pemilu (nasional) dengan Pilkada (lokal) dianggap dapat membuka ruang untuk memperkuat demokrasi lokal yang lebih otonom dan berorientasi pada kepentingan warga.
βIni peluang untuk menghidupkan kembali demokrasi lokal yang substantif. Dengan pemilu daerah terpisah, perhatian publik dan media tidak lagi tersedot sepenuhnya ke isu nasional. Pilkada bisa lebih fokus membahas isu daerah, rekam jejak kandidat, dan kebutuhan warga setempat,β ujar Rofiuddin selaku Komisioner Bawaslu Provinsi Jawa Tengah.
Namun, Bawaslu juga menyoroti adanya tantangan baru dari sisi regulasi dan kesiapan teknis, terutama terkait potensi disharmonisasi antara jadwal nasional dan daerah, serta kebutuhan reformulasi desain pemilu yang lebih akuntabel dan partisipatif.
Intervensi pusat dalam proses pemilihan kepala daerah sangat berpotensi terjadi karena Pilkada diselenggarakan 2,5 tahun setelah Pemilu selesai. Jarak waktu yang cukup panjang membuka ruang bagi pusat untuk membangun pengaruh politik di daerah melalui manuver kebijakan hingga penempatan pejabat sementara (Pj Kepala Daerah).
Diskusi ini juga menyoroti urgensi peningkatan kapasitas penyelenggara pemilu di daerah, serta pentingnya pelibatan masyarakat sipil dalam proses transisi menuju skema pemilu yang baru. Salah satu usulan yang muncul adalah perlunya kajian lanjut yang melibatkan aktor-aktor lokal di Jawa Tengah, guna menyusun roadmap kesiapan daerah menghadapi Pemilu Lokal yang mandiri.
Dengan semangat partisipatif dan penguatan tata kelola demokrasi yang transparan, fenomena menilai bahwa pemisahan pemilu ini bukan sekadar agenda teknis, tetapi momentum untuk merancang ulang ekosistem demokrasi lokal yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan warga.

